Khilafiyah

MAQOLAH ULAMA’ TENTANG PENTINGNYA MENGETAHUI PERBEDAAN PENDAPAT DIKALANGAN AHLI FIQIH

Berikut ini adalah kumpulan maqolah-maqolah ulama’ yang menjelaskan tentang pentingnya mengetahui dikalangan ahli fiqih yang dinukil dari kitab Jami’u Bayanil Ilmi Wa Fadhlihi karya Syekh Ibnu Abdil Barr :

1. Qotadah

مَنْ لَمْ يَعْرَفِ الِاخْتِلَافَ لَمْ يَشُمَّ رَائِحَةَ الْفِقْهِ بِأَنْفِهِ

” Orang yang belum mengetahui perbedaan (pendapat ulama’), berarti hidungnya belum mencium baunya ilmu fiqih “.

Dalam riwayat yang lain :

مَنْ لَمْ يُعْرَفِ الِاخْتِلَافَ لَمْ يَشُمَّ أَنْفُهُ الْفِقْهَ

2. Sa’id bin Abu ‘Arubah

مَنْ لَمْ يَسْمَعِ الِاخْتِلَافَ فَلَا تَعُدُّوهُ عَالِمًا

” Orang yang belum mendengar perbedaan, maka jangan kalian anggap ia orang alim”.

Dalam riwayat lain :

مَنْ لَمْ يَسْمَعِ الِاخْتِلَافَ فَلَا تَعُدَّهُ عَالِمًا

” Orang yang belum mendengar perbedaan, maka jangan kau anggap ia orang alim”.

3. Hisyam bin Ubaidillah Ar-Rozi

مَنْ لَمْ يُعْرَفِ اخْتِلَافَ الْقُرَّاءِ فَلَيْسَ بِقَارِئٍ، وَمَنْ لَمْ يُعْرَفِ اخْتِلَافَ الْفُقَهَاءِ فَلَيْسَ بِفَقِيهٍ

” Orang yang belum tahu perbedaan qurro’ (ulama’ ahli bacaan al qur’an), maka belum dianggap qori (ahli bacaan al qur’an), begitu juga orang yang belum mengetahui perbedaan pendapat fuqoha’ (ulama’ ahli fiqih) tidak dikatakan sebagai seorang faqih (ahli fiqih).

4. Ayah Utsman bin Atho’

لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ يُفْتِيَ النَّاسَ، حَتَّى يَكُونَ عَالِمًا بِاخْتِلَافِ النَّاسِ

” Tidak diperkenankan bagi seseorang untuk memberikan fatwa kepada masyarakat sampai ia mengetahui perbedaan ulama’ “.

5. Ayyub Asy Syikhtiyani

أَجْسَرُ النَّاسِ عَلَى الْفُتْيَا أَقَلُّهُمْ عِلْمًا بِاخْتِلَافِ الْعُلَمَاءِ، وَأَمْسَكُ النَّاسِ عَنِ الْفُتْيَا أَعْلَمُهُمْ بِاخْتِلَافِ الْعُلَمَاءِ

” Orang yang paling berani memberikan fatwa adalah orang yang paling sedikit pengetahuannya mengenai perbedaan pendapat ulama’, dan orang yang paling menahan diri untuk berfatwa adalah orang yang paling tahu akan perbedaan pendapat ulama’ “.

6. Ibnu Uyainah

أَجْسَرُ النَّاسِ عَلَى الْفُتْيَا أَقَلُّهُمْ عِلْمًا بِاخْتِلَافِ الْعُلَمَاءِ

” Orang yang paling berani memberikan fatwa adalah orang yang paling sedikit pengetahuannya mengenai perbedaan pendapat ulama’.

7. Imam Malik

سُئِلَ مَالِكٌ، قِيلَ لَهُ: لِمَنْ تَجُوزُ الْفَتْوَى؟ قَالَ: لَا تَجُوزُ الْفَتْوَى إِلَّا لِمَنْ عَلِمَ مَا اخْتَلَفَ النَّاسُ فِيهِ, قِيلَ لَهُ: اخْتِلَافُ أَهْلِ الرَّأْيِ؟ قَالَ: لَا، اخْتِلَافُ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِلْمُ النَّاسِخِ وَالْمَنْسُوخِ مِنَ الْقُرْآنِ وَمِنْ حَدِيثِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَذَلِكَ يُفْتِي

Imam Malik ditanya : ” Siapakah orang yang berhak berfatwa ?’, beliau menjawab : ” Memberikan fatwa hanya diperbolehkan bagi orang yang mengetahui perbedaan ulama’ dalam suatu masalah “. Beliau ditanya lagi : ” Apakah yang anda maksud adalah perbedaan ahlu ro’yi (Golongan yang mengedepankan pengguna’an akal) ? beliau menjawab : ” Bukan, namun perbedaan para sahabat Nabi Muhammad Shollallohu Alaihi wasallam dan mengetahui ilmu nasikh mansukh dalam alqur’an dan hadits Rosululloh Shollallohu “alaihi Wasallam.

8. Yahya bin Salam

لَا يَنْبَغِي لِمَنْ لَا يَعْرِفُ الِاخْتِلَافَ أَنْ يُفْتِيَ، وَلَا يَجُوزُ لِمَنْ لَا يَعْلَمُ الْأَقَاوِيلَ أَنْ يَقُولَ: هَذَا أَحَبُّ إِلَيَّ

” Tidak sepatutnya bagi orang yang tidak mengetahui perbedaan pendapat untuk berfatwa, dan tidak diperbolehkan bagi orang yang tidak mengetahui beberapa pendapat untuk mengatakan : ” Pendapat ini lebih aku senangi “.

9. Qobishoh bin Uqbah

لَا يُفْلِحُ مَنْ لَا يَعْرِفُ اخْتِلَافَ النَّاسِ

” Tak akan berhasil orang yang tidak mengetahui perbedaan dikalangan ulama’ “.

( Referensi : Jami’u Bayanil Ilmi Wafadhlihi, Juz : 2 Hal : 814-820 )

Oleh : Ubaid Bin Aziz Hasanan dan Siroj Munir di FIQHKONTEMPORER/doc

Leave a comment